Semua sebab kejatuhan Daulah-Daulah Islamiyyah
ada pada kita.
Tetapi, semua sebab kebangkitan perlahan mulai
terlihat.
Para ahli sejarah Islam, khususnya DR. Abdul
Halim Uwais –rahimahullah- banyak mengkaji kejatuhan berbagai daulah Islam
sepanjang sejarahnya. Ada dua poin penting yang bisa disimpulkan:
Pertama, selalu ada sebab-sebab yang sama walau
berbeda zaman. Itulah mengapa sejarah berulang sebagai sunnatullah.
Kedua, semua sebab itu ada pada kita hari ini.
Itulah mengapa kita jatuh.
Di awal, kita akan membicarakan sebagian dari
penyebab itu, bukan untuk sekadar membuka luka tetapi untuk memahaminya agar
mendapatkan obat yang tepat.
1. Rusaknya aqidah dan bermunculannya aliran
sesat
Aliran sesat tumbuh pesat bak jamur di musim
penghujan. Faktornya adalah jauhnya masyarakat dari ilmu dan ketidakpedulian
ulama serta negara. Apapun alirannya sesatnya, mereka agama yang satu. Mereka
telah membuat negeri Islam kelelahan.
Kelompok Khawarij yang mengkafirkan dan siap
membunuh siapa saja telah membuat lelah sepanjang sejarah kekhilafahan Islam.
Syiah telah mencatatkan nama mereka sebagai
benalu peradaban. Tak memberi kehidupan justru mematikan pohonnya. Siapapun
yang membaca sejarah tahu bagaimana Hulagu panglima Tatar, Mongol itu bisa
leluasa masuk dan menghancurkan Baghdad. Berawal dari kepercayaan bodoh pemimpin
lemah kepada Muayyadduddin Ibnul Al Qomi, perdana menteri syiah yang
mengendalikan seluruh kepemimpinan.
Sekte shufi yang menyebabkan masyarakat Turki Utsmani tak minat lagi
berjihad menjadi saksi jatuhnya kekhilafahan terakhir muslimin itu,
“Siapa pun yang mengamati sejarah Turki Utsmani, mengetahui sebab utama
kejatuhan mereka adalah jauhnya mereka secara bertahap dari aqidah yang bersih
yang sesuai dengan Al Kitab dan As Sunnah dan menggantinya dengan aqidah
khurafat.” (Sulaiman bin Shalih Al Khurasyi, Kaifa Saqathat Ad Daulah Al
Utsmaniyyah)
2. Berlomba menumpuk harta
Hal inilah yang sudah diwanti-wanti oleh Rasul dalam banyak hadits beliau.
“Demi Allah bukan kemiskinan yang aku takuti terjadi pada kalian. Tetapi jika
dunia dibuka di hadapan kalian...” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini pula yang
membuat Umar menangis. Saat ia melihat harta dan perhiasan berdatangan ke
Madinah hasil dari jihad, “Demi Allah, karena inilah kalian bertikai.”
DR. Abdul Halim Uwais, seorang ahli sejarah Islam yang sangat fokus
mendalami sebab-sebab kejatuhan negeri-negeri Islam menulis buku At Takatsur Al
Madiy Wa Atsaruhu fi Suquthil Andalus (Berbanyak-banyakan harta dan dampaknya
bagi kejatuhan Andalus)
Al Wahn dalam bahasa Rasulullah itu, menjalari seluruh sendi para
pemimpinnya. Tidaklah Andalus pecah menjadi lebih dari 20 negara kecil kecuali
karena hal tersebut. Efeknya panjang. Mereka rela bekerjasama dengan kekuatan
kafir walaupun harus mengorbankan dan membunuh saudara. Semuanya berujung,
dijualnya Granada sebagai kota terakhir yang dimiliki muslimin.
Lihatlah pengkhianatan di balik layar yang tak diketahui oleh masyarakat
muslim. Tetapi aroma busuk itu tersimpan rapi dalam arsip sejarah. Tiga sekawan
penjual Andalus kepada Fernando dan Isabella, salah satunya adalah menteri yang
bernama Abul Qosim Al Malih. Dan inilah surat itu,
“Saya bersumpah demi Allah dan demi syariat, bahwa jika saya mampu memikul
Granada di pundak saya pasti akan saya bawa ke tuan-tuan yang mulia. Ini
keinginan saya. Allah akan membinasakan saya jika saya berdusta. Sebagaimana
saya berharap dari Allah agar urusan ini berakhir dengan baik, terbebas dari
kaum gila itu. Dan saya berharap anda yakin bahwa saya adalah pembantu mulia
yang tulus untuk tuan-tuan terhormat. Tetapi sayangnya pemahaman penduduk kota
ini belum matang dan terbuka.”
3. Ulama yang tak berperan lagi jahat
Andai ada satu atau dua ulama mau bergerak membimbing umat menuju
kebangkitan, sangatlah cukup. Tetapi justru mereka yang memberi dalil sebagai
dalih atas pengkhianatan itu. Kembali membaca kejatuhan Andalus, Abul Qosim Al
Malih, Yusuf bin Kamasyah sesungguhnya bergerak leluasa dengan panduan
dalil-dalil yang diberikan oleh Al Faqih Al Baqini. Maka ketiga orang inilah
yang bergerak di lapangan untuk menjual sisa Andalus tersebut.
Dikarenakan ahli ilmunya asyik memunguti sampah dunia, maka mereka yang baru
belajar ilmu memunculkan berbagai fatwa dan mengawal pergerakan umat. Tentu
tanpa ilmu. Dengarlah kalimat ulama hebat Andalus yang mengawal kebangkitan
kedua Andalus, Ibnu Hazm –rahimahullah-,
“Cara kita lepas dari fitnah yang menimpa Andalus adalah menahan lisan
kecuali dari satu hal: Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar. Tapi sangat disayangkan
banyak penuntut ilmu yang tidak menahan diri dari apapun kecuali dari Amar
Ma’ruf dan Nahi Mungkar. Kalau setiap orang yang menolak dengan hatinya
berkumpul, mereka tak mampu mengalahkan kita.” (Syekh Nashir bin Sulaiman Al
Umar, Suquth Al Andalus Durusun Wa ‘Ibar)
4. Dan jihad pun telah digantikan oleh hiburan
“Salah seorang ulama muslimin di abad ini berkata: Tanyakan kepada sejarah,
bukankah redupnya bintang peradaban kita tidak terjadi kecuali pada hari
bersinarnya bintang para artis.” (DR. Thoriq As Suwaidan, Al Andalus At Tarikh
Al Mushowwar)
1 Shafar 656 H. Tahun yang tak pernah terlupakan oleh Baghdad , bahkan
seluruh muslimin. Saat Hulagu mulai mengepung Baghdad, ibukota kekhilafahan
Dinasti Bani Abbasiyah dan menghujaninya dengan panah dan senjata paling
mutakhir saat itu. Baghdad belum menghadapi tekanan sebesar itu sebelumnya.
Tapi bacalah apa yang dilakukan oleh pemimpin tertinggi muslimin saat itu,
apakah dia segera menyatukan muslimin dan mengumumkan jihad?
Ibnu Katsir –rahimahullah- yang menyampaikan ini langsung,
“Tatar mengepung istana Khalifah dan menghujaninya dengan panah api, hingga
terkenalah seorang wanita yang sedang bermain dan menghibur di hadapan
Khalifah. Dan ini salah satu kesalahannya. Wanita itu bernama Arafah. Panah
melesat dari salah satu jendela membunuhnya saat ia sedang menari di hadapan
khalifah. Khalifah terkejut dan sangat marah. Dia mengambil panah yang
menancap, ternyata tertulis padanya: jika Allah ingin menjatuhkan ketentuannya,
Dia menghilangkan akal orang-orang berakal. Maka khalifah pun memerintahkan
untuk menambahi penghalang hingga banyak sekali penutup di istana khalifah.”
(Al Bidayah wa An Nihayah).
DR. Roghib As Sirjani mengomentari kalimat di atas,
“Tarian wanita dalam darah telah menjelma menjadi makanan dan minuman. Harus
ada walapun sedang dalam keadaan perang. Saya sungguh tidak paham, bagaimana ia
rela menyibukkan diri dengan hal tersebut. Padahal negara, rakyat dan dia
sendiri sedang dalam keadaan sulit.” (islamstory.com)
Hasilnya, 1.000.000 muslim mati hanya dalam 40 hari! Termasuk pemimpin
mereka yang lalai dan lemah itu, mati dengan cara diinjak-injak di dalam
istananya dengan tangan kaki terbelenggu. Sangat hina.
Sampailah kita pada zaman ini.
“Dan Yahudi melipat akhir lembaran kita yang bercahaya”(DR. Abdul Halim
Uwais, Dirasah Lisuquth Tsalatsin Daulah Islamiyyah)
Dan kita telah mendapatkan banyak pelajaran. Kita bukan keledai yang mudah
terjatuh dalam lubang yang sama. Menghindarlah dulu dari semua sebab kejatuhan
itu. Untuk shaf muslimin segera menggerakkan bagian dari tubuhnya perlahan. Dan
memang inilah zamannya. Kesadaran dan pergerakan untuk bangkit itu mulai
kentara terlihat.
Di Tengah Bangsa Kalah
Ada teori terkenal yang disampaikan oleh Ibnu Khaldun –rahimahullah- dalam
Muqaddimahnya di pasal ke-23 bahwa,
“Yang kalah terkagum selamanya dengan cara mengikuti yang menang; pada
semboyannya, pakainnya, cara hidupnya dan seluruh keadaan serta kebiasaannya.”
Walau konsep ini tidak selamanya benar dan dikritik oleh para ulama hari
ini, tetapi ada sisi benarnya. Dan itulah yang kita rasakan hari ini. Kita
masih saja duduk terpaku di hadapan peradaban Yahudi hari ini dengan
terkagum-kagum. Mata terbelalak, mulut terbuka, semua anggota tubuh mati dan
mulut berdecak kagum. Yang lebih buruk, hati bertekad untuk mengikutinya.
Karenanya, bagi siapapun yang hendak bangkit di tengah bangsa yang kalah
perlu segera bangun dari keterkaguman itu. Dan segera melihat ke sekeliling
dampak kerusakan yang sudah menjalar ke seluruh wilayah muslimin.
Tiga poin berikut ini semoga bisa membantu kita untuk bangun,
Abul Walid Al Baji, Ibnu Hazm, Ibnu Abdil Barr dan Yusuf bin Tasyifin bagi
Andalus
Antara Musa bin Abi Ghassan dan Saifuddin Quthuz
Antara kejatuhan Andalus dan kebangkitan Turki
Antara Musa bin Abi Ghassan dan Saifuddin Quthuz
Antara kejatuhan Andalus dan kebangkitan Turki
Abul Walid Al Baji, Ibnu Hazm, Ibnu Abdil Barr adalah nama-nama besar para
ulama Andalus. Mereka hadir di masa kehancuran Andalus yang pertama. Andalus
besar selama 8 abad, tetapi pada 4 abad pertama Andalus nyaris lenyap. Semua
penyebab kejatuhan di atas sudah ada pada muslimin Andalus; rakyat dan
pemimpin.
Tapi Allah berkehendak Andalus masih bertahan 4 abad berikutnya. Dan inilah
3 nama besar yang bergerak untuk menyelamatkan Andalus. Tak henti mereka
berkeliling menemui para raja-raja kecil rakus dunia untuk menyadarkan bahaya
perpecahan di tengah kesigapan Kerajaan Kristen Castille untuk memangsa
muslimin dari utara. Tapi para raja kecil itu sudah gelap mata. Dahsyatnya,
para ulama itu tidak pernah putus asa dan selalu mencari jalan lain. Hingga
mereka memutuskan untuk meminta bantuan pasukan dari daratan Afrika Utara. Maka
Yusuf bin Tasyifin dibukakan jalannya untuk masuk daratan Iberia itu. DR.
Thoriq As Suwaidan mengatakan,
“Kalau ada yang menggelari Umar bin Abdul Aziz sebagai Khalifah Rasyid
kelima, maka kalau boleh saya menggelari Yusuf bin Tasyifin sebagai Khalifah
Rasyid keenam.” (ceramah tentang sejarah Andalus di TV Arreesalah ).
Untuk para ahli ilmu hari ini, segera sadarlah dan lakukan sesuatu! Jangan
pernah berputus asa.
Adapun Musa bin Abi Ghassan adalah nama besar yang nyaris tidak kenal. Tapi
tanyakan pada Granada yang menghadapi pengkhinatan pemimpinnya sendiri tentang
nama besar ini. Saat bergabung menteri, ulama dan pemimpin tertinggi untuk
menjual Andalus, tokoh besar ini sadar dan mendatangi mereka. Nahi mungkar!
Kembali, nasehat membentur kerasnya batu syahwat. Dan inilah kalimat kokoh
Musa bin Abi Ghassan yang mengakhiri hidupnya dengan syahid,
“Jangan serahkan Granada! Biarkan kami berjihad fi sabilillah. Biarkan kami
berperang fi sabilillah. Jangan menipu diri kalian sendiri. Jangan menyangka
kalau Nashoro akan memenuhi janji mereka. Jangan bersandar pada besarnya
kerajaan mereka. Kematian hanya sedikit dari ketakutan kita. Di hadapan kita
ada penjarahan kota-kota kita dan penghancurannya, pengotoran masjid-masjid
kita, perobohan rumah-rumah kita, pemerkosaan istri-istri dan putri-putri kita.
Di hadapan kita dosa keji, fanatisme buas, cambuk dan belenggu rantai. Di
hadapan kita penjara, siksaan dan pembakaran!” (Suquth Al Andalus Durusun Wa
‘Ibar)
Sedangkan Saifuddin Quthuz, dia pemimpin Mesir di tengah hancurnya mental muslimin
pasca penghancuran Baghdad oleh Tatar. Setiap surat panglima Mongol dikirimkan
ke sebuah wilayah muslimin agar menyerah, pemimpinnya langsung menyerah. Tak
ada kata perlawanan, apalagi jihad. Mereka merasa berhadapan dengan raksasa
yang datang dari negeri antah berantah. Tak mungkin, mustahil sekadar bisa
melakukan perlawanan apalagi menang. Saifuddin Quthuz pun kebagian surat itu,
saat Tatar bergerak ke Palestina. Ia segera membacakannya di hadapan para
panglimanya. Dan kembali terulang, sebagian panglima itu menyarankan agar
menyerah saja karena perlawanan tidak ada gunanya. Dan inilah kalimat Saifuddin
Quthuz,
“Saya langsung yang akan hadapi Tatar wahai para pemimpin muslimin. Sekian
lama kalian telah makan dari Baitul Mal, sementara sekarang kalian benci
perang.
Saya pasti berangkat. Siapa yang memilih jihad, akan bersama saya. Siapa
yang tidak memilih itu, pulanglah ke rumah!! (DR. Ali M. Ash Shalaby, As
Sulthan Saifuddin Quthuz Wa Ma’rokah ‘Ain Jalut)
Untuk mereka yang telah sadar dan mengetahui jalan kebangkitan, pemimpin
ataupun tokoh, segera sebarkan semangat itu kepada yang lainnya!
Kini perbandingan antara kejatuhan Andalus dan kebangkitan Turki. Perhatikan
tahunnya dan ambil pelajarannya,
Andalus jatuh : 897H / 1492 M.
Turki Utsmani berdiri : 699 H/1299 M
Saat Andalus jatuh, Daulah Turki Utsmani telah berusia 200 tahun.
Inilah bersambungnya peradaban Islam. Andalus memang sudah tak mungkin
dipertahankan dengan keadaan masyarakat dan pemimpinnya yang sudah rusak
seperti itu. Maka, hari-hari kebesaran digeser ke timur. Diserahkan kepada yang
telah siap.
Untuk melihat sesiap apa, mari kita baca sebagian nasehat pendiri Turki
Utsmani yang bernama Utsman bin Ertugrul kepada anaknya. Isinya menunjukkan kebaikan
diri penasehatnya sekaligus sebagai haluan bagi pelanjutnya,
“Wahai anakku, jangan menyibukkan diri dengan sesuatu yang tidak diperintah
Allah Robbul ‘Alamin. Jika kamu menghadapi masalah dalam hukum, maka
bermusyawarahlah dengan ulama.
Anakku, kamu tahu tujuan kita adalah Ridho Allah Robbul ‘Alamin. Dan
bahwasanya jihad untuk menebarkan cahaya agama kita ini ke seluruh penjuru
hingga datanglah keridhoaan Allah jalla jalaluh.
Anakku, kita bukan bagian orang-orang yang melakukan perang dengan syahwat
kekuasaan atau ambisi pribadi. Kita dengan Islam ini hidup dan untuk Islam kita
mati.
Anakku, aku wasiatkan kepadamu tentang ulama umat. Teruslah menjaga mereka,
perbanyak memuliakan mereka, bermusyawarahlah dengan mereka karena mereka tidak
memerintahkan kecuali pada kebaikan. (DR. Ali M. Ash Shalaby, Ad Daulah Al
Utsmaniyyah)
Selalu ada harapan sekecil apapun. Yang tak layak akan layu kemudian mati.
Yang layak akan bertunas dan segera besar.
Harapan, harapan !!
Ini agama Allah
Tetapi mana para pekerja kerasnya?
(Syekh Nashir bin Sulaiman Al Umar, Suquth Al Andalus Durus wa Ibar)
Selanjutnya Apa?
Yang pernah mengantarkan mereka menuju kebangkitan adalah panduan utama orang
beriman; Al Quran dan Sunnah Nabi. Dan aplikasi serta buktinya ada dalam
sejarah Islam. Teori umum luar biasa, tetapi sayangnya telah memakan banyak
korban, yaitu mereka yang merasa telah menjalankan bidangnya berlandaskan dua
wahyu itu. Tetapi sesunguhnya konsep dan teorinya berasal peradaban Yahudi hari
ini. Maka mari lebih kita detailkan sedikit.
Setelah panjang lebar kita bertebaran di sepanjang sejarah Islam, kini apa
yang harus kita lakukan?
Mari kita uji diri kita, apakah kita pelaku kebangkitan itu atau sekadar
penonton atau komentatornya?
(Pendidikan dan Kesehatan dalam sejarah kebesaran Islam bukan lembaga
profit!!!)
Apa yang ada di benak Anda, setelah membaca pernyataan di atas?
Jawabannya adalah merupakan posisi kita dari kebangkitan Islam hari ini.
Allah mengurung kalian dengan kehinaan sampai kalian mau kembali ke agama
kalian!
(HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)
(HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)
Penulis: Ustadz Budi Ashari Lc.