Srdjan Lopicic mendapatkan berita dirinya tidak bisa berlanjut di tim setelah melakukan pertemuan dengan Direktur PT Persib Bandung Bermartabat (PT PBB) Teddy Tjahyono di Jakarta. Itu dilakukan kurang lebih seminggu lalu sejak ia diberitakan resmi keluar.
Walau menyimpan rasa kecewa, ia menghormati keputusan manajemen dan pelatih. Ini dianggapnya demi kebaikan klub dan kebaikan dirinya, manajemen dan Lopicic bersepakat menyudahi kerjasama.
“Pak Teddy, saya ketemu dia di Jakarta sekitar tujuh hari yang lalu. Dia orang baik, oke saya bilang itu keputusan dari pelatih atau manajemen, tidak apa-apa, kalau itu terbaik untuk tim saya hormati,” kata Lopicic, Kamis (25/4/2019) lalu.
Manajemen pun cukup memberikan perhatian kepada pemain Montenegro tersebut. Teror berkepanjangan dialami Lopi sejak pertama berlabuh. Bukan hanya di sosial media namun juga saat beberapa Bobotoh bertemu dengannya di sebuah cafe.
“Manajemen juga kasihan kalau ada pemain yang terus diteror selama empat bulan. Masalah apapun selalu mereka teriak Lopi out, kemarin saya tidak main, Lopi out, saya minum kopi sama istri Lopi out, lucu,” ungkapnya.
Meski Lopicic tidak mempedulikan kecaman Bobotoh dan memilih fokus di tim, namun serangan teror malah menimpa keluarganya lewat media sosial. Ini menjadi salah satu alasan dirinya tidak berlanjut di tim kebanggaan Jawa Barat.
“Saya tidak peduli, saya kerja keras, tapi kasihan istri saya, kasihan keluarga saya di Montenegro. Bagaimana bisa mereka (beberapa fans Persib) mengancam saya dan keluarga saya di Instagram. Tapi saya tahu itu anak-anak saya tidak peduli. Beda dengan istri saya, dia tidak bisa seperti itu,” bebernya.
Lopi sangat kecewa teror tersebut mengarah kepada istrinya, padahal kondisi seperti ini dalam sepakbola, orang-orang dinilainya tidak boleh melibatkan sampai kepada keluarga.
“Ya, istri saya mengerti. Saya juga sedikit kecewa karena banyak orang yang menyerang istri saya ke media sosial Instagram, mereka bilang kasar dan mengancam keluarga saya. Tapi ketika saya lihat akun (media sosial) mereka, itu anak-anak, remaja usia belasan tahun,” bebernya.
Situasi terparah adalah ketika Lopicic diancam pembunuhan. Sebuah teror yang bisa buat istrinya syok bila tidak tahu apa-apa. “Mereka bilang akan membunuh saya dan kata-kata kasar lain, tapi saya tidak peduli, berbeda dengan istri saya, dia perempuan,” jelasnya.
sumber: simamaung.com